Rabu, 10 Desember 2014

Piutang Nyata-Nyata Tak Tertagih (Pajak)

Piutang tak tertagih merupakan kerugian yang dialami suatu entitas atas tidak mampu tertagihnya sejumlah piutang yang dimiliki. Akuntansi pada umumnya sudah mengatur tersendiri mengenai piutang tak tertagih. Piutang tak tertagih akan memunculkan kerugian yang menjadi beban sebagai pengurang laba. Namun, bagi peraturan perpajakan terdapat ketentuan khusus dimana kerugian piutang tak tertagih dapat dibebankan sebagai pengurang pajak.

Perpajakan mengatur bahwa kerugian atas piutang yang dapat dibebankan adalah atas piutang yang benar-benar tidak tertagih. Piutang yang benar-benar tidak dapat ditagih memiliki beberapa syarat sebagai berikut:
1
Kerugian atas piutang tak tertagih telah dibebankan dalam laporan laba rugi komersial.
2
Entitas sebagai wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang nyata-nyata tak tertagih kepada Direktorat Jenderal Pajak.
3
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.

Salah satu ketentuan dari piutang nyata-nyata tak tertagih adalah dengan melakukan pengumuman melalui penerbitan umum atau pun penerbitan khusus. Penerbitan umum adalah pemuatan pengumuman pada penerbitan surat kabar atau majalah dan bisa juga pada media cetak yang lazin lainnya dengan skala nasional. Penerbitan khusus adalah pemuatan pengumuman yang dilakukan pada:
1
Himpunan Bank-Bank Milik Negara (HIMBARA) atau Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (PERBANAS).
2
Penerbitan atau pengumuman khusu Bank Indonesia
3
Penerbitan yang dikeluarakan oleh asosiasi yang telah terdaftar sebagai wajib pajak dan pihak kreditur menjadi anggotanya.

Pada ketiga syarat yang diharuskan oleh peraturan perpajakan untuk piutang nyata-nyata tak tertagih, untuk syarat ketiga dapat diperkenankan untuk tidak dipenuhi. Syarat ketiga tersebut dapat diperkenankan untuk tidak dipenuhi jika debiturnya tergolong kecil. Debitur kecil menurut peraturan perpajakan jika jumlah tidak melebihi Rp 5.000.000,00

Debitur kecil untuk entitas bank atau lembaga pembiayaan dalam negeri yang mengalami kerugian piutang tak tertagih adalah debitur dengan jumlah tidak melebihi Rp 100.000.000,00. Nilai Rp 100.000.000,00 merupakan jumlah total dari seluruh jenis kredit yang diberikan kepada debitur. Jenis kredit tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1
Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha ekonomi produktif yang diberikan kepada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang telah menjadi peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan kelompok Prokesra-OPPKS.
2
Kredit Usaha Tani (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada koperasi primer baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling) atau kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberian kredit, untuk keperluan petani yang tergabung dalam kelompok tani guna membiayai usaha taninya dalam rangka intensifikasi padi, palawija, dan hortikultura.
3
Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat untuk pemilihan rumah sangat sederhana (RSS).
4
Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil.
5
Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan modal usaha kecil lainnya selain KUK.
6
Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi.


Jika pada berjalannya waktu, ternyata debitur yang telah dihapuskan piutang usahanya dan masuk pada daftar piutang nyata-nyata tak tertagih melakukan pembayaran seluruh maupun sebagian utangnya. Perpajakan mengatur hal tersebut dan mengkelompokan pembayaran dari debitur tersebut sebagai penghasilan pada tahun diperolehnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar